Pengenalan Daerah Kerja Penuluhan Pertanian

Pengenalan Daerah Kerja Penuluhan Pertanian
A. Makna Pengenalan Daerah Kerja Penyuluhan
Pada Bab 11 telah dikemukakan bahwa, di dalam pelaksanaan pe-nyuluhan pertanian, seroang penyuluh tidak cukup hanya mengenal masyarakat sasarannya saja, tetapi juga harus mengenal beragam kekuatan yang mempengaruhi proses perubahan, baik yang menyang­kut:lingkungan fisik,lingkungansosial, dll. Selaras dengan itu, salah satu tugas yang harus dilakukan oleh setiap penyuluh melaksana-kan penyuluhan adalah: pengenalan daerah kerja penyuluhan.

Bagi seorang penyuluh, pengenalan daerah kerja sebelum melak-sanakan tugasnya tidak hanya penting baginya, tetapi justru merupa-kan persyaratan mutlak. Sebab, hanya dengan mengenal daerah kerja dia akan dapat memahami:
  • Keadaan masyarakat yang akan menjadi sasaran penyuluhannya,
  • Keadaan lingkungan fisik dan sosial masyarakat sasarannya,
  • Masalah-masalah yang pernah, sedang, dan akan dihadapi oleh masyarakat sasarannya di masa-masa mendatang,
  • Kendala-kendala yang akan dihadapi untuk melaksanakan penyu-­luhannya, dan
  • Faktor-faktor pendukung dan pelancar kegiatan penyuluhan yang akan dilaksanakannya. 
Melalui pengenalan daerah kerja yang mendalam, seorang penyu-luh tidak hanya akan mengetahui kegiatan usahatani yang dilak-sanakan oleh masyarakat petani yang menjadi penerima manfaat, tetapi melalui pengenalan daerah kerja yang mendalam, seorang penyuluh akan dapat memahami:
1) Keadaan alam tempat petani berusaha tani, berikut faktor-faktor alam lain (pengairan, iklim, bencana alam rutin, keada-an hama penyakit yang biasa mengganggu, dll).
2) Keadaan usahatani, baik komoditi yang diusahakan, teknik budidaya, tingkat produktivitas, dll.
3) Keadaan manusia yang berusahatani, termasuk: kebiasaan-kebiasaannya, kebutuhan dan keinginannya, agama dan nilai-nilai sosial budaya yang dianut dan terus-menerus dijadikan pedoman hidup dan bekerja serta diwariskan dari generasi ke generasi, dll.
4) Keadaan kelembagaan yang akan mempengaruhi kegiatan usahatani dan perilaku petani,
5) Prasarana yang tersedia, yang diperlukan dan dapat dimanfaat­kan oleh petani untuk terus meningkatkan produktivitas dan pendapatan serta keuntungannya.

Lebih lanjut, melalui pengenalan daerah kerja yang mendalam, dia akan dapat melihat:
  • Peluang peran bantuan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki mutu hidup masyarakat sasarannya,
  • Memilih peluang peran bantuan yang paling tepat (mudah, murah, dan benar-benar bermanfaat),
  • Sumberdaya yang tersedia dan dapat dimanfaatkan untuk pelak­sanaan kegiatan penyuluhan yang direncanakan. 
Oleh sebab itu, tanpa pengenalan daerah kerja yang baik, bukan saja akan menyulitkan penyuluh untuk menyusun programa dan kalender kerja penyuluhan yang akan dilakukan, tetapi sekaligus juga akan menyulitkan pelaksanaan kegiatan penyuluhan yang telah berhasil direncanakan.

Hal ini disebabkan karena, data/informasi atau gambaran ten-tang situasi yang diperoleh berdasarkan pengamatan sekilas atau ber- dasarkan data sekunder yang tersedia, seringkali tidak selalu dapat dipercaya sebagai data yang menggambarkan keadaan wilayah kerja yang sesungguhnya. Sehingga, masalah yang terlihat mungkin bukan menjadi masalah utama. Tetapi masalah utama atau kunci perma-salahannyaa seringkali justru tidak menonjol. Di lain pihak, karena obyek utama dari kegiatan penyuluhan pertanian adalah manusia yang memiliki perasaan, kebutuhan, keinginan, dan harapan-harapan yang selalu berubah-ubah tergantung keadaan (fisik dan sosial) lingkungannya, akan sangatlah sulit bagi seorang penyuluh (jika tanpa pengenalan daerah kerja) untuk melakukan diagnosa atas kebutuhan/keinginan, dan masalah-masalah yang telah dan sedang dihadapi oleh masyarakat sasarannya.

Melalui pengenalan daerah kerja, penyuluh juga akan membia­sakan dirinya sendiri untuk bekerja berdasarkan data atau fakta yang benar-benar diyakini, dan bukan bekerja berdasarkan perki­raan-perkiraan, asumsi-asumsi, atau menurut "kata orang".

B. Lingkup Pengenalan Daerah-kerja Penyuluhan
Lionberger dan Gwin (1982) dengan jeli telah mengungkapkan beragam peubah (variable) yang mempengaruhi perubahan perilaku (masyarakat) manusia demi perbaikan kesejahteraannya seperti yang diharapkan dalam setiap kegiatan pembangunan. 

Di lain pihak, Soedarsono (1970) mengartikan usahatani sebagai proses campur tangan manusia di dalam perkembangan tumbu­han dan atau hewan untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dirinya sendiri, keluarganya, dan masyarakat pada umumnya. Se­dang, pembangunan pertanian diartikan sebagai upaya terus menerus untuk memperbesar campur tangan manusia di dalam perkembangan tumbuh-tumbuhan dan atau hewan agar dapat selalu memperbaiki mutu hidup atau kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Sejalan dengan itu, kegiatan penyuluhan pertanian yang menurut Mosher (1966) merupakan salah satu faktor pelancar pem­bangunan pertanian, setidak-tidaknya perlu memperhatikan:
1) Keadaan faktor-faktor produksi usahatani, yang mencakup:
a) Keadaan lahan, dan faktor-faktor alam lainnya 
b) Keadaan manusia (termasuk sikap, pengetahuan, dan ketrampi­lannya), baik selaku pengelola maupun juru tani,
c) Modal, yang berupa uang dan benda-benda ekonomi yang digu­nakan untuk berlangsungnya proses produksi.

2) Prasyarat pembangunan pertanian (Milikan dan Hapgood, 1972) terutama yang mengenai 
a) Stabilitas politik dan keamanan,
b) Kemauan politi pemerintah untuk membangun pertanian,
c) Tersedianya tenaga administrator dan kader-kader pemba-ngunan pertanian di tingkat lokal. 

3) Syarat-syarat mutlak pembangunan pertanian yang terdiri atas:
a) Teknologi yang selalu berkembang,
b) Pemasaran hasil pertanian,
c) Tersedianya sarana produksi di tingkat lokal,
d) Perangsang berproduksi bagi petani,
e) Pengangkutan. 

4) Syarat-syarat pelancar pembangunan pertanian yang mencakup:
a) Pendidikan untuk pembangunan pertanian,
b) Kerjasama kelompok tani,
c) Kredit produksi,
d) Perencanaan nasional untuk pembangunan pertanian,
e) Perbaikan dan perluasan lahan pertanian.

Bertolak dari pemahaman kegiatan penyuluhan pertanian sebagai upaya untuk memperbaiki usahatani yang dilaksanakan oleh (masya rakat) petani dan kegiatan penyuluhan sebagai faktor pelan­car pembangunan pertanian seperti di atas, maka lingkup pengenalan Daerah-kerja Penyuluhan setidak-tidaknya harus mencakup:
1) Keadaan sumberdaya alam,
2) Keadaan sumberdaya manusia, 
3) Keadaan kelembagaan untuk pembangunan pertanian,
4) Keadaan sarana dan prasarana bagi pembangunan pertanian,
5) Kebijakan pembangunan pertanian,
6) Keadaan pertanian,
7) Organisasi dan adminiftrasi penyuluhan pertanian.

C. Keadaan Sumberdaya alam
Pengenalan tentang keadaan sumberdaya alam, merupakan salah satu tugas yang tidak boleh dilupakan oleh seorang penyuluh pertanian. Sebab, meskipun akhir-akhir ini telah dikenalkan teknologi usahatani mutakhir yang tidak menggunakan tanah sebagai media tempat tumbuhnya tanaman ("hydroponic"), serta teknologi yang dapat mengedalikan faktor-faktor alam lain yang melingkupi­nya (seperti: suhu, kelembaban, dan intensitas penyinaran mata­hari), tetapi bagaimanapun harus diakui bahwa sebagian besar warga masyarakat sasaran penyuluhan pertanian masih hidup di dalam usahatani konvensional yang sangat tergantung kepada kea­daan alam.

Melalui pengenalan keadaan alam yang baik, seorang penyuluh akan dapat melihat keunggulan-keunggulan dan kendala-kendala alami yang dimiliki dann harus dihadapi oleh masyarakat sasaran di wilayah kerjanya. Sebaliknya, tanpa mengenal keadaan alam secara cermat, penerapan inovasi yang disuluhkan seringkali tidak akan berhasil seperti yang diharapkan, atau bahkan akan mengalami kegagalan sama sekali.

Beberapa keadaan sumbedaya alam yang perlu diperhatikan oleh setiap penyuluh pertanian adalah:
1) Lokasi Geografis, yang akan sangat menentukan keragaman komoditi yang diusahakan, sehubungan dengan: keadaan iklim, sifat hujan dan saat-saaat pergantian iklim akan tiba.
Contoh yang paling jelas dari kasus ini adalah, perbedaan antara daerah tropis dan daerah sub tropis.
2) Topogfie wilayah, yang selain membedakan jenis komoditi yang boleh diusahakan sesuai dengang tingkat kemiringan lahan, juga seringkali menentukan pola bertanam berkaitan dengan upaya pelestarian dan konservasi tanah, serta keadaan pengairannya
3) Iklim, termasuk di dalamnya: keadaan hujan, intensitas penyi­naran matahari, suhu, dan kelembaban udara, yang secara bersa­ma-sama akan sangat menentukan pola bertanam, waktu ber-tanam, dan jenis komoditi yang dapat diusahakan dengan mem-berikan produk dan harga jual yang lebih baik.
4) Jenis tanah, berikut sifat-sifat fisika dan kimianya, yang akan menentukan ragam komoditi yang dapat diusahakan mau- pun tingkat produktivitasnya.
5) Bencana alam rutin, yang akan mempengaruhi peluang keber-hasilan komoditi yang diusahakan.
6) Status dan luas pemilian lahan, yang akan menentukan tingkat intensifikasi, produktivitas, dan pendapatannya.
7) Lokasi administratif, karena berkaitan dengan kebijakan pem­bangunan yang ditetapkan maupun sikap pimpinan wilayah terhadap kegiatan pembangunan pertanian di wilayahnya.

Keragaman lokasi administratif (jarak dengan kota) seringkali juga berpengaruh terhadap pola usahatani, ragam komoditi, serta tingkat intensifikasi yang akan mempengaruhi produktivi­tas dan pendapatan yang dapat diharapkan.

D. Keadaan Sumberdaya Manusia
Seperti telah berulangkali dikemukakan dalam Bab-bab terdahulu, penerima manfaat penyuluhan (pertanian) mencakup: manusia-petani sebagai pelaku utama (baik sebagai individu, sebagai juru tani, maupun sebagai pengelola usahatani, maupun sebagai warga masyarakat), tokoh masyarakat (formal dan informal), pengusaha, pedagang, peneliti, seniman, dll. Di samping itu, jika dalam pendekatan lama, modal dan tek­nologi dianggap merupakan variable strategis yang menentukan keberhasilan pembangunan, dalam pendekatan baru justru sumber­daaya manusia (dan lembaga-lembaga sosial) dianggap sebagai yang paling strategis (Hidayat, 1979). 

Karena itu, setiap penyuluh harus benar-benar mengenal karak-teristik setiap warga masyarakat yang akan dijadikan sasaran penyuluhannya, baik secara individual maupun yang tergabung dalam kelompok/organisasi sosial.


Beberapa karakteristik sumberdaya manusia yang perlu diketa­hui oleh setiap penyuluh (pertanian) adalah:
1) Jumlah dan kepadatan penduduk, yang akan menentukan ragam status dan luas rata-rata pemilikan lahan setiap usahatani.
Hal ini penting, karena seperti telah dikemukakan di atas, status dan luas pemilikan lahan ternyata berpengaruh terhadap tingkat intensifikasi, produktivitas dan besarnya pendapatan yang dapat diperoleh petani yang bersangkutan.
2) Keragaman penduduk menurut umur dan jenis kelamin, yang akan menentukan tersedianya tenaga kerja, baik dalam arti jumlah, produktivitas, tingkat partisipasi, maupun alokasi waktu yang disediakan untuk kegiatan usahatani.
3) Besarnya ukuran keluarga, yang mempengaruhi tersedianya tenaga kerja keluarga yang dapat diharapkan untuk membantu kegiatan usahataninya.
4) Tingkat pertumbuhan penduduk, yang akan berpengaruh ter-hadap ragam kegiatan jangka panjang untuk memenuhi kebu-tuhan dan harapan-harapan serta upaya pemecahan masalah-masalah atau tantangan-tantangan di masa depan.
5) Pendidikan penduduk, yang akan berpengaruh terhadap tingkat keinovatifan, kekosmopolitan, serta kemampuannya untuk menerapkan inovasi-inovasi yang akan ditawarkan; serta ber­pengaruh terhadap metoda penyuluhaan yang akan direncanakan.
6) Nilai-nilai sosial budaya, termasuk agama dan kepercayaannya, yang perlu diperhatikan penyuluh berkaitan dengan inovasi yang akan ditawarkan, maupun metoda dan waktu penyuluhan yang akan direncanakan.
Bagi masyarakat Jawa, misalnya, Daldjoeni dan Suyitno (1979) pentingnya penyelamatan penanggalan Jawa dan nilai-nilai pengaturan pola tanam ("Pranoto Mongso"). Sedang di Bali terkenal dengan sistem pengairan lewat "Subak".
7) Mata pencaharian penduduk, yang akan mempengaruhi sikap-nya terhadap upaya-upaya pembangunan pertanian pada khu-susnya, dan tingkat keinovatifan penduduk terhadap setiap inovasi yang akan ditawarkan.
8) Kepatuhan warga masyarakat, baik terhadap hukum dan peraturan, maupun sikapnya terhadap penguasa wilayah (tokoh formal maupun tokoh informal), yang kesemuanya akan mempenga-ruhi sikap warga masyarakat terhadap kebijakaan pemba-ngunan (pertanian) yang harus dilaksanakan.

E. Keadaan Kelembagaan
Seperti telah disinggung, kelembagaan semakin dipandang sebagai variabel yang paling strategis didalam pendekatan baru tentang teori-teori pembangunan (Frey, 1978).

Tentang hal ini, keadaan kelembagaan yang perlu diperhatikan oleh seorang penyuluh mencakup baik kelembagaan ekonomi maupun kelembagaan sosial.
1) Kelembagaan ekonomi, yang meliputi:
a) Lembaga-lembaga pemasaran sarana produksi pertanian, sejak produsen sampai dengan pendistribusiannya di tingkat lokal (petani).
b) Lembaga-lembaga penunjang kegiatan produksi, seperti: lembaga keuangan/perbankan, dan koperasi.
c) Lembaga-lembaga pemasaran produk pertanian, sejak pengo-lahan hasil pertanian, sampai dengan pendistribusiannya kepada konsumen yang membutuhkannya.

2) Kelembagaan sosial, yang mencakup;
a) Kelembagaan sosial yang berkaitan langsung dengan kegiatan usahatani, seperti kelompok tani dan organisasi-organisasi profesi di sektor pertanian, seperti Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Perhimpunan Agronomi (PERAGI), Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) Perhimpunan Entomologi Indo­nesia (PEI), Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI), Perhim­punan Aggerek Indonesia (PAI), dll.
b) Kelembagaan sosial yang berkaitan dengan kesejahteraan keluarga petani dan masyarakat pada umumnhya, seperti: PKK, Dawa-wisma, Karang Taruna, Pramuka Taruna Bumi, dll).
c) Lembaga penelitian dan pengembangan pertanian.
d) Lembaga pendidikan pertanian (kursus, sekolah dan perguruan tinggi).
e) Lembaga swadaya masyarakat (LSM/Lembaga Pengembang-an Swa­daya Masyarakat (LPSM).

F. Keadaan Sarana dan Prasarana Pertanian
Pada percakapan di muka telah disebutkan bahwa, tersedianya sarana produksi di tingkat lokal, pemasaran hasil, dan pengangku­tan merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk berlang­sungnya pembangunan pertanian. Di samping itu, untuk terciptanya suatu struktur masyarakat yang progresif (inovati), Mosher (1969) juga mensyaratkan adanya beragam sarana dan prasarana di setiap lokalitas usahatani maupun didistrik usahatani.

Keadaan beragam sarana dan prasarana yang perlu diperhatikan oleh setiap penyuluh di wilayah kerjanya adalah:
1) Keadaan sarana produksi, yang berupa benih/bibit, pupuk, pestisida/obat-obatan, baik menyangkut penyediaannya yang harus memenuhi persyaratan jumlah dan mutu yang dapat diandal­kan maupun penyalurannya yang tepat waktu.
2) Keadaan sarana pengangkutan, baik untuk pengangkutan sarana produksi, produk yang dihasilkan, maupun pengangkutan tenaga kerja dan peralatan yang diperlukan di setiap lokalitas usa­hatani maupun antar lokalitas usahatani di setiap distrik usaha-tani.
3) Keadaan penyediaan kredit, untuk usahatani dan keperluan lain yang dibutuhkan masyarakatnya
4) Keadaan pasar, baik ragam pasar, jumlah, dan lokasinya.
5) Keadan jalan, baik kelas jalan, dan keadaannya.

G. Kebijakan Pembangunan Pertanian
Salah satu prasyarat dan faktor pelancar pembangunan perta­nian adalah, adanya kebijakan pemerintah untuk pembangunan pertanian di tingkaat nasional, dan penjabarannya oleh aparat pemerintah di tingkat regional dan lokal, serta langkah-langkah pelaksanaan yang telah dimusyawarahkan oleh warga masyarakat setempat.

Tentang hal ini, harus diingat bahwa kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan harus selalu mengacu dan merupakan bagian integral yang tidak boleh terlepas bahkan harus mampu memperlan­car pelaksanaan serta tercapainya tujuan-tujuan pembangunan yang telah disepakati di semua aras pelaksanaan pembangunan. Karena itu, setiap penyuluh harus benar-benar memahamai semua kebijakan dan hasil-hasil musyawarah masyarakat yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan, khususnya pembangunan pertanian.

Tanpa adanya pemahaman yang mendalam tentang kebijakan-kebijakan yang telah disepakati, penyuluh yang bersangkutan akan menghadapi kesulitan dalam merumuskan programa penyuluhannya. Di lain pihak, tanpa adanya pemahaman yang baik terhadap kebijakan dan kesepaka­tan-kesepakatan yang ditetapkan, dikhawatirkan programa penyulu­haan yang dirumuskan akan kurang bermanfaat, berbeda, atau bahkan mungkin bertentangan dengan kebijakan dan kesepakatan yang ada.

Sehubungan dengan itu, beragam kebijakan, peraturan, dan hasil-hasil musyawarah yang harus diperhatikan oleh setiap penyu­luh adalah:
1) Kebijakan pembangunan nasional jangka panjang, khusus-nya yang mengenai tujuan pembangunan, peran pembangunan pertanian, dan tujuan pembangunan pertanian itu sendiri.
2) Kebijakan pembangunan nasional jangka menengah/GBHN, khususnya tentang arah, tujuan, dan langkah kegiatan pemba-ngunan perta­nian.
3) Kebijakan pembangunan regional dan lokal (Daerah Tingkat I/II) khususnya tentang arah, tujuan, dan langkah kegiatan yang akan dilaksanakan.
4) Peraturan-peraturan daerah yang berkaitan dengan pembangunan pertanian.
5) Hasil-hasil musyawarah masyarakat setempat untuk pembangun-an pertanian.

H. Keadaan Pertanian
Pengenalan tentang keadaan pertanian, sebenarnya tidak hanya sekadar untuk mengetahui keadaan faktual tentang pelaksanaan usahatani yang telah dilaksanakan, tetapi sekaligus juga dimak­sud-kan untuk mengetahui keadaan potensial tentang:
1) Keunggulan dan kelemahan-kelemahan dari usahatani yang telah dilaksanakan selama ini.
2) Alternatif-alternatif peran bantuan yang dapat diberikan.
3) Alternatif-alternatif tentang kegiatan penyuluhan yang akan dapat dilaksanakan.

Berkaitan dengan itu, keadaan pertanian yang perlu dipahami oleh setiap penyuluh pertanian adalah:
1) Komoditi yang diusahakan, termasuk ragam komoditi, intensitas penanaman, luas penanaman, luas panen, produksi dan tingkat produktivitasnya per satuan luas.
2) Teknik budaya usahatani, yang meliputi:
a) Pola tanam dan teknik bertanam
b) Sarana produksi yang digunakan, baik: macam, jenis, dosis, jumlah, waktu, dan frekuensi penerapannya.
c) Teknologi yang diterapkan, termasuk peralatan yang diguna­kan.
3) Masalah-masalah rutin, termasuk: bencana alam, eksposi hama, dan keadaan serta perilaku pejabat dll.
4) Pemasaran hasil, termasuk:
a) Lembaga pemasaran yang menangani.
b) Penetapan harga, dan "bargaining position" petani.
c) Bentuk produk yang dipasarkan.
d) Teknologi (panen, pengolahan, standardisasi, penyeragaman,
e) dan pengepakan) yang diterapkan.
f) Sistem pembayaran.
5) Pembeayaan usahatani, termasuk: jumlah dan sumber pembea-yaan.
6) Analisis Pendapatan dan Keuntungan Usahatani.
7) Sistem pengelolaan usahatani, termasuk: penyakapan/cara bagi hasil, dan tingkat komersialitas usahatani yang diterapkan.
8) Tingkat kontribusi usahatani, terhadap pendapatan dan ekonomi keluarga (termasuk peluang kerja bagi tenaga kerja keluarga).

I. Organisasi dan Administrasi Penyuluhan Pertanian 
Pemahaman tentang organisasi dan administrasi penyuluhan perta-nian, juga merupakan salah satu aspek yang tidak boleh dilupa-kan oleh setiap penyuluh pertanian, agar dia dapat melaksana-kan tugasnya sesuai dengan kedudukan (posisi) dan status (peran) yang harus dimainkan demi terwujudnya kerjasama yang selaras dan serasi dengan para penguasa, dengan masyarakatnya, maupun antar sesama penyuluh dan lembaga/aparat penunjang penyuluhan.

Pemahaman tentang organisasi dan administrasi penyuluhan, juga sangat diperlukan agar peran yang dirasakan dan peran yang dilaksanakan/ditunjukkan oleh penyuluh yang bersangkutan dapat sesuai dengan peran yang seharusnya dimainkan dan peran yang diharapkan oleh lingkungannya.

Sehubungan dengan itu, hal-hal yang perlu dipahami oleh setiap penyuluh adalah:
1) Struktur organisasi penyuluhan pertanian, dan kaitannya dalam organisasi pemerintahan.
2) Keterkaitan atau saling hubungan, baik antara sesama penyuluh, antara penyuluh dengan masyarakat ssaran, dan antara penyuluh dengan lembaga/aparat penunjangnya.
3) Rincian kegiatan ("job discription") yang harus dilaksanakan.
4) Hak dan kewajiban, termasuk kemudahan-kemudahan yang disediakan.
5) Jenjang karier, dan jaminan hari tua.

J. Cara Pengenalan Daerah kerja Penyuluhan
Cara pengenalan daerah kerja yang terbaik adalah, sebelum melakukan kegiatannya sebagai seorang penyuluh, sebaiknya melaku­kan pengamatan langsung atau studi orientasi terlebih dahulu. Akan tetapi, cara seperti ini akan memakan waktu yang cukup lama, dan seringkali datanya menjadi kurang akurat. Sebab, yang nampak atau yang didengar, tidak selalu yang sebenarnya; apalagi jika didalam masyarakat sasaran masih berkembang nilai-nilai: ketertu­tupan, kecurigaan, ketidak acuhan, dll.

Untuk itu, hasil pengamatan lapang yang hanya sekilas perlu dilengkapi dan dikaji/dikonfirmasikan dengan:
1) Data sekunder atau keadaan "Monografie Daerah".
2) Informasi dari tokoh-tokoh masyarakat, baik tokoh formal maupun (dan seringkali lebih akurat) dari tokoh-tokoh infor­mal).
3) Kalau ada, hasil studi atau kajian yang pernah dilakukan di wilayah tersebut. Baik yang dilakukan oleh aparat intern maupun oleh "orang luar".
4) Laporan-laporan yang tersedia.
5) Penilaian "orang luar" (atau sesama penyuluh) yang pernah bekerja di wilayah tersebut), yang dapat dipercaya.

Meskipun demikian, setiap penyuluh harus terus-menerus melaku-kan pengamatan dan kajian-kajian atau pengujian-pengujian sendiri untuk selalu memperbaharui dan memperbaiki data "Keadaan Daerah" (monografie) yang telah tersedia. Sebab, untuk pengenalan daerah, terutama yang berkaitan dengan keadaan sosial budaya seringkali harus memerlukan waktu cukup lama, dan seringkali berubah-ubah sesuai dengan keadaan dan lingkungannya. 

, , ,

BACA JUGA

Ditulis Oleh : Unknown // 10.22

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus